PENERAPAN SYARIAT ISLAM
Abie Audah
Syekh
Al-Banjari bin Abdullah bin Abdur Rahman al-Banjari Ulama yang mendapat gelar Datu
Kalampaian ini sejak awal dakwahnya berkeinginan menerapkan syariah Islam dalam
seluruh aspek kehidupan. Harapannya satu,
seluruh masyarakat memahami betul bagaimana Islam memberikan tuntunan yang
komplit bagi umatnya untuk selamat dunia dan akhirat.
Pemikiran Syekh Al-Banjari di bidang akidah Islam terlihat dalam
upayanya memurnikan akidah Islam dari bid’ah dhalalah dan memurnikan
faham ahlussunah waljama’ah. Bentuk pemurniannya, melarang ajaran wujudiyah
dan meyakinkan Sultan Nata Alam bahwa wahdatul wujud itu
bertentangan dengan faham ahlususunnah wal jama’ah.[107]
Hal ini terbaca
dalam karya tulisnya Tuhfat al-Raghibin fi Bayani Haqiqah Iman al-Mu’min wa
ma Yufsiduh min Riddah al-Murtaddin. Syekh Al-Banjari hidup di awal abad ke 18 dan awal abad ke 19 dalam
wilayah kerajaan Banjar yang sekarang menjadi wilayah Kalimantan Selatan.
Meskipun ajaran Islam sudah tersebar luas dikalangan masyarakat kerajaan Banjar
sejak abad ke 16, tetapi sisa kepercayaan lama masih ada di beberapa tempat.
Kepercayaan ini tidak berasal dari ajaran Islam, karenanya, Syekh Al-Banjari menganggap
membahayakan iman kaum muslimin.
Upacara
tradisional yang mendapat perhatian khusus dari Syekh Al-Banjari dalam
Tuhfat al-Raghibin adalah upacara menyanggar dan membuang
pasilih. Upacara itu dilakukan dengan cara memberi sesajen yang berisi
bermacam wadai (kue) dan dipersembahkan untuk ruh-ruh ghaib, hantu-hantu
yang diyakini dapat menyembuhkan penyakit, membuang sial dan mengabulkan segala
macam permintaan. Komunikasi dengan ruh-ruh itu dilakukan oleh seorang balian
(dukun) melalui media manusia yang dirasuki ruh halus yang diundang oleh
sang belian setelah mempersembahkan sesaji.
Menurut Syekh Al-Banjari, kedua upacara tersebut adalah bid’ah
dhalalah (bid’ah menyesatkan), karenanya, pengamalnya harus bertobat.
Menurutnya, ada tiga indikator bid’ah yang terdapat dalam kedua upacara
itu. Pertama, perilaku mubazir atau membuang harta pada jalan yang
diharamkan. Syekh Al-Banjari merujuk pada firman Allah dalam
al-Qur’an surah al-Isra’/17 ; 27 sebagai berikut,
ﺇِﻥَّ ﺍﻟْﻤُﺒَﺬِّﺭِﻳﻦَ ﻛَﺎﻧُﻮﺍ ﺇِﺧْﻮَﺍﻥَ ﺍﻟﺸَّﻴَﺎﻃِﻴﻦِ ۖ ﻭَﻛَﺎﻥَ ﺍﻟﺸَّﻴْﻄَﺎﻥُ ﻟِﺮَﺑِّﻪِ ﻛَﻔُﻮﺭًﺍ
Sesungguhnya pemboros-pemboros itu
adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada
Tuhannya.
Kedua, bersekutu dan
mengikuti langkah-langkah setan. Syekh Al-Banjari merujuk
beberapa ayat yang melarang praktek semacam itu, antara lain pada surah al-Baqarah/2 ; 208 sebagai berikut,
أَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱدْخُلُوا۟ فِى ٱلسِّلْمِ كَآفَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا۟
خُطُوَٰتِ ٱلشَّيْطَٰنِ ۚ إِنَّهُۥ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke
dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan.
Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.[108]
Surah lain
adalah al-Nisa/4: 119
وَلَأُضِلَّنَّهُمْ
وَلَأُمَنِّيَنَّهُمْ وَلَءَامُرَنَّهُمْ فَلَيُبَتِّكُنَّ ءَاذَانَ ٱلْأَنْعَٰمِ
وَلَءَامُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ ٱللَّهِ وَمَن يَتَّخِذِ ٱلشَّيْطَٰنَ
وَلِيًّا مِّن دُونِ ٱللَّهِ فَقَدْ خَسِرَ خُسْرَانًا مُّبِينًا
dan aku benar-benar
akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka
dan akan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu
mereka benar-benar memotongnya, dan akan aku suruh mereka (merobah ciptaan
Allah), lalu benar-benar mereka merobahnya”. Barangsiapa yang menjadikan
syaitan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian
yang nyata.
Ketiga, kedua tradisi
tersebut di atas mengandung kemusyrikan. Sehubungan dengan indicator di atas,
Syekh Al-Banjari menegaskan hukum bagi pengamal ritual sebagai berikut:
i.
Bila diyakini bahwa kekuatan yang ada pada kedua upacara dapat menghindarkan
orang dari mara bahaya, maka hukumnya kafir.
ii. Bila diyakini bahwa kekuatan yang diciptakan
Allah pada kedua upacara itu dapat menolak bahaya, maka hukumnya bid’ah tetapi
tetap saja kafir.
iii.
Bila diyakini bahwa kekuatan kedua upacara itu tidak memberi pengaruh, baik
dari kekuatan ritual maupun kekuatan yang diciptakan Tuhan padanya, lalu Allah
juga yang menolak bahaya itu melalui hukum kebiasaan (sunnatullah) pada
kedua upacara tersebut, maka hukumnya hanya bid’ah dan tidak sampai
kafir. Namun
bila diyakini bahwa kedua upacara itu halal, maka hukumnya kafir.[109]
Upacara Menyanggar dan Membuang Pasilih hanyalah
sebagian contoh dari sekian banyak upacara serupa yang disebutkan oleh Syekh
Al-Banjari. Ia menyerukan kepada pembesar kerajaan agar menghilangkan
upacara-upacara tersebut dalam masyarakat kerajaan Banjar.[110] Pemikiran Syekh Al-Banjari dalam bidang keagamaan dalam aspek aqidah,
beliau berusaha untuk memurnikan Aqidah Islam dari ajaran lama seperti bid’ah
dhalalah, melarang ajaran wujudiyah dan berusaha meyakinkan Sultan
Nata Alam bahwa ajaran wahdatul wujud itu bertentangan dengan faham ahlus
sunnah wal jama’ah.
[107] A.
Gazali Usman, Kerajaan Banjar Sejarah Perkembangan Politik Ekonomi
Perdagangan dan Agama Islam, (Banjarmasin: Lambung Mangkurat University
Press, 1998), h.157.
[108]Ayat ini diturunkan mengenai Abdullah bin Salam
dan kawan-kawannya tatkala mereka membesarkan hari Sabtu dan membenci unta
sesudah masuk Islam. (Hai orang-orang beriman! Masuklah kamu ke dalam agama
Islam), ada yang membaca 'salmi' dan ada pula 'silmi' (secara keseluruhan)
'hal' dari Islam artinya ke dalam seluruh syariatnya tanpa kecuali, (dan
janganlah kamu ikuti langkah-langkah) atau jalan-jalan (setan), artinya godaan
dan perdayaannya untuk membeda-bedakan, (sesungguhnya ia musuhmu yang nyata),
artinya jelas permusuhannya terhadapmu.
[109] Syekh al-Banjari, Tuhfatul al-Raghibin
fi Bayani Haqiqat Iman al-Mu’min wama Yufsiduh min Riddat al Murtaddin,
Terj:Abu Daudi, cet.I, (Banjarmasin: Yafida, 2000), h. 89-100.
[110]Tuturan dari para sesepuh dari turun temurun
tentng aktifitas ke-Agamaan Syekh
al-Banjari di Martapura.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar