Paribasa banjar, refleksi budaya oleh noorhalis majid
TA AMUH-AMUH
Tidak terkelola, terurus. Kehilangan induk semang, kocar-kacir, kacau balau. Bisa pula kehilangan arah, terombang-ambing tanpa kedali, itulah yang dimaksud dengan ta amuh-amuh, suatu kondisi tidak ideal, tidak diharapkan.
Berasal dari kata camuh yang berarti tidak karuan. Ada pula yang membaliknya, camuh menjadi mucai, artinya sama saja, tidak karuan, tidak patuh pada aturan, terombang abing tidak tentu arah. Bahkan mucai, menjadi karakter yang mempengaruhi lingkungannya.
Ada dua hal yang sering disebut ta amuh-amuh, pertama adalah pekerjaan, dan kedua adalah kehidupan keluarga atau rumah tangga. Menyangkut pekerjaan, bila manajemen pelaksanaan pekerjaan tidak dikuasai maka kemungkinan menjadi kacau balau sangat besar. Apalagi bila ada faktor X, baik faktor dari luar ataupun dari dalam yang mempengaruhi, sehingga membuat pekerjaan menjadi tidak karuan. Misalnya karena ada yang menyimpangkan uang untuk tujuan pribadi. Ada korupsi, sehingga pekerjaan menjadi terbengkalai, tidak tuntas, tidak sesuai hasil, ta amuh-amuh.
Menyangkut kehidupan keluarga atau rumah tangga, bila terjadi konflik dikeluarga, hingga mengakibatkan perceraian, dapat dipastikan anak-anak dan seluruh anggota keluarga menjadi kacau. Kehidupan rumah tangga menjadi hancur, anak-anak pun hidupnya kemungkinan akan ta amuh-amuh.
Dibandingkan soal pekerjaan, kehidupan keluarga yang ta amuh-amuh, pasti lebih berat. Tidak mudah menata, memperbaiki keluarga yang hancur berantakan. Bukan hanya memberi pengaruh pada orang perorang dalam keluarga, tapi juga memberi dampak pada lingkaran lingkungan kedua belah pihak keluarga. Hubungan dua keluarga menjadi rusak. Semula harmonis menjadi tidak baik.
Paribasa ini mengingatkan tentang hidup yang harus dikelola dengan sebaik-baiknya. Bahwa hidup memiliki tujuan, arah. Bagaimana memahami tujuan hidup, merumuskannya dan menyepakati bersama orang terdekat yang ikut menjalaninya. Tidak ada cara lain, kecuali dengan ilmu. Maka wajib menuntut ilmu, sehingga mengerti tentang tujuan hidup, mampu menjalani hidup dengan sebaik-baiknya.
Sudah lama diyakini, tanpa ilmu, hidup tidak akan terarah. Sudah pula diketahui, semua hal sudah ada ilmunya. Tinggal mempelajari. Ilmu menjalankan pekerjaan disebut manajemen. Ilmu menjalani kehidupan keluarga, rumah tangga, ada pada tuntunan agama, papadah urang tuha, dan banyak suri tauladan yang dapat menjadi pelajaran hidup. Bila semua dipatuhi, dijadikan pegangan secara konsisten, maka hidup tidak akan ta amuh-amuh. (nm)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar