Paribasa banjar, refleksi budaya oleh noorhalis majid
PATIKAMAN
Entah berasal dari kata tikam, atau memang sejak awalnya sudah merupakan satu kata yaitu patikaman. Bila dilihat dari kata tikam, maka berarti menusuk, atau bisa pula berarti jurus mematikan. Sementara itu, patikaman berarti ilmu pamungkas.
Seorang murid yang sedang menuntut ilmu agama kepada seorang ulama, akan berebut menjadi murid kesayangan. Saat menjadi murid kesayangan, akan mendapat pelajaran lebih dari yang lainnya. Ilmu-ilmu pamungkas, tidak disampaikan secara umum. Hanya diberikan secara pribadi dan langsung kepada sang murid. Saat itulah, murid mendapat pengetahuan lebih dan istimewa soal ilmu-ilmu agama, mendapat patikamannya.
Begitu juga dengan murid yang belajar ilmu bela diri. baik silat ataupun kuntau. Zaman dulu, belajar ilmu bela diri kepada guru-guru yang memiliki keahlian bela diri. Sang guru memilih murid yang paling berbakat dan serius dalam menuntut ilmu. Mendapat pelajaran lebih dari murid lainnya, bahkan mendapat perhatian yang berbeda. Menjadi murid kesayangan dan akhirnya mendapatkan ilmu patikamannya.
Belajar ilmu lainnya juga seperti itu. ilmu pengobatan, ilmu keahlian memasak dan berbagai ilmu lain yang sangat luas. Diyakini pada semua ilmu tersebut ada rahasia-rahasia yang tidak semua orang mendapatkannya. Sekalipun belajar, namun belum tentu mendapatkan rahasia dari ilmu tersebut.
Maka patikaman berarti pamungkas, sesuatu yang dianggap istimewa, disampaikan kepada orang yang diistimewakan dan diberikan pada waktu yang juga dianggap istimewa. Bahkan patikaman sering kali dianggap rahasia. Tidak sembarang orang mendapatkannya. Karena merupakan ilmu andalan dan menjadi intisari dari ilmu yang diajarkan.
Patikaman tentu bukan hal yang biasa saja, apalagi remeh temeh. Merupakan mahkota dari ilmu pengetahuan, atau sebagai ilmu tertinggi yang dirahasiakan. Tidak mudah mendapatkannya. Perlu upaya sungguh-sungguh untuk meyakinkan bahwa pantas mendapatkan yang istimewa.
Ungkapan ini mengajarkan dua hal, pertama, pada setiap ilmu ada inti sari yang sering kali tidak mudah memperolehnya. Bila intisarinya tidak mampu didapatkan, maka pada dasarnya belum mendapatkan hakekat dari ilmu yang dituntut. Kedua, mengajarkan tentang bagaimana cara mendapatkan ilmu. Perlu upaya lebih tekun, tidak sekedarnya saja. Membangun kepercayaan, keseriusan, meyakinkan bahwa memang pasti diistimewakan. Tentu tidak mudah, perlu kerja kerjas. Bila tidak mampu dilakukan, jangan berharap mendapat patikamannya. (nm)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar