Sabtu, 13 November 2021

Pahawan Nasional

Sepakat ! Pengajuan Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari sebagai Pahlawan Nasional. Banyak data baru terungkap. 

Sekretariat DHD 45 melaksanakan tahapan usulan Pahlawan Nasional, yaitu Rapat Konsultasi dengan Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Daerah (TP2GD). 

TP2GD terdiri dari Pejabat Negara, Tokoh Masyarakat, dan Sejarawan, yang hadir hari ini di antaranya Gubernur Kalsel diwakili Kepala Dinas Sosial, Gusti M Hatta (Menristek era Presiden SBY), Datu Cendikia Prof Ersis Warmansyah,  Gusti Mahfudz,  Sejarawan Dr. Bambang Subiyakto, Danrem 101 Antasari, Kapolda Kalsel, termasuk juriat Datu Kalampayan yaitu KH Hatim Salman dan Cendikia Kesultanan Banjar Dr. Abie Audah sebagai Tim Ahli. 

Dalam rapat konsultasi ini terungkap data bahwa dalam bidang hukum Islam adalah karya besar dari Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari yang membentuk Lembaga Qadi di Kesultanan Banjar yang diteruskan oleh pemerintahan kolonial Belanda kemudian oleh pemerintah Indonesia diserap menjadi Pengadilan Agama di seluruh Indonesia. 

Sultan Khairul Saleh sebagai bagian dari tim TP2GD berpesan bahwa Kesultanan Banjar mendukung atas pengajuan ini, apalagi Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari adalah bagian dari kerabat Kesultanan Banjar. 

Atas jasa besar beliau bagi bangsa dan negara, seluruh peserta rapat konsultasi akhirnya sepakat untuk mengajukan Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari sebagai Pahlawan Nasional yang akan dibawa Gubernur Kalsel kepada Menteri Sosial sebelum disahkan oleh Presiden Republik Indonesia

Minggu, 17 Oktober 2021

dt Peduli

Dhuafa Tersenyum Kerja Sama Persalinan Gratis https://matabanua.co.id/2021/10/18/dhuafa-tersenyum-kerja-sama-persalinan-gratis/

Senin, 11 Oktober 2021

TIRAI KEHIDUPAN PRO4

"Tirai Kehidupan Pro 4 RRI Banjarmasin "Tantangan Psikologis Di Masa Pandemi"" https://m.rri.co.id/banjarmasin/ruang-publik/1210980/tirai-kehidupan-pro-4-rri-banjarmasin-tantangan-psikologis-di-masa-pandemi

TIRAI KEHIDUPAN RTI BJM

"Tirai Kehidupan pro 4 RRI Banjarmasin "Tren Hutang Konsumsi Rumah Tangga"" https://m.rri.co.id/banjarmasin/gaya-hidup/1219763/tirai-kehidupan-pro-4-rri-banjarmasin-tren-hutang-konsumsi-rumah-tangga

Sabtu, 25 September 2021

Abie Audah

https://youtu.be/rI6qa-_xCYY

Kamis, 29 Juli 2021

Rabu, 16 Juni 2021

Kunjungan Klimik 2FA

Prof Kamrani. H Anwsr Hadimi. dan Abie Audah

21Tahun Dhuafa Tersenyum

Dhuafa Tersenyum Konsisten Bantu Masyarakat https://matabanua.co.id/2021/06/17/dhuafa-tersenyum-konsisten-bantu-masyarakat/

Jumat, 07 Mei 2021

Mai Kalsel

https://youtu.be/Q8oYcEhGbyc

Jumat, 26 Maret 2021

Musang berbuku Hayam

Paribasa dan ungkapan banjar, refleksi budaya oleh noorhalis majid

MUSANG BABULU HAYAM

Orang jahat menyamar sebagai orang baik. Berpura-pura berbuat dan bersikap baik, padahal tujuannya jahat, karena memang tabiatnya jahat. Nampak sikapnya lemah lembut – tutur kata halus, padahal di dalamnya menyembunyikan maksud jahat, itulah maksud musang bubulu hayam.  

Musang berbulu ayam, begitu artinya. Ungkapan ini sangat universal, di tempat lain disebut musang berbulu domba. Ada bulu domba atau bulu ayam yang menjadi topeng tabiat sebenarnya. Disamarkan, berpura seperti domba atau ayam, tidak membahayakan, ternyata aslinya musang sang pemangsa.

Di kampung, banyak ayam jatuh korban dimakan musang. Tidak bisa lengkah, saat malam, ketika ayam lelap tertidur, musang masuk ke kandang, menyelinap memangsa ayam. Apalagi ayam saat malam matanya rabun, tidak bisa berbuat banyak pada kandang sempit. Mudahlah bagi musang memangsanya. Fenomena ini menjadi ungkapan, musang bubulu hayam.

Keramahan dan segala bentuk sikap baik, bagian dari kepura-puraan. Tidak gampang mampu bermain peran seperti itu, harus sempurna layaknya domba atau ayam. Kalau tidak lihai, akan mudah diketahui. Hanya penjahat ulung mampu melakukannya, kalau amatiran tidak mungkin bisa merubah karakter sedemikian rupa, hingga memperdaya.

Sifat seperti ini ada dimana-mana, tidak berbatas geografis ataupun ruang pergaulan. Entah pusarannya ada mana?, boleh jadi di ruang ekonomi, sosial budaya atau politik. Ketika potensi ada di semua tempat, berhati-hatilah, jangan sampai menjadi korban. 

Ungkapan ini sebuah sindiran apabila ada yang berpura-pura baik namun tercium gelagat jahatnya. Dari pada menjadi korban, lebih baik disindir terlebih dahulu. Atau bisa pula sebagai pembelajaran nasehat, untuk tidak mudah percaya pada kebaikan yang tiba-tiba. Sehari-harinya tidak pernah baik, seketika mendadak baik. Maka berhati-hati dengan situasi seperti itu, jangan sampai masuk perangkap musang. Bisa pula sebuah umpatan - makian, karena menyadari menjadi korban atas kepura-puraan, seolah baik, ternyata diujungnya memangsa tanpa belas kasihan.

Jangankan yang jelas kejahatan, pada yang nampak dan terkesan baik saja kita harus berhati-hati - waspada. Jangan mudah terpedaya kebaikan semu, karena faktanya ada musang babulu hayam. (nm)

Rabu, 24 Maret 2021

PEMIKIRAN POLITIK SYEKH AL BANJARI

https://jurnal.staialhidayahbogor.ac.id/index.php/am/article/view/594

Senin, 15 Maret 2021

20 tahun Kiprah Dhuafa Tertenyum

Kiprah Dhuafa Tersenyum Dalam Milad ke 20 Tahun" is waiting for your approval
https://dhuafa-tersenyum.org/kiprah-dhuafa-tersenyum-dalam-milad-ke-20-tahun/

Rabu, 03 Maret 2021

KLINIK PRATAMA GRATIS DHUAFA TERSENYUM KEJAKSAAN

Komp. Kejaksaan Jalur 2, Jl. Brigjend H. Hasan Basri, Pangeran, Kec. Banjarmasin Utara, Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan 70123

Minggu, 28 Februari 2021

Al Banni

☝️ Kitab yang membahas tentang kontradiksi Albani dalam menetapkan derajat suatu hadits, dimana banyak dijumpai dalam penjelasan di kitabnya yang pertama dia bilang dhaif, namun di kitab yang kedua dia bilang hasan dan di kitabbyangbketiga dia bilang shahih dan itu dapat ditemukan di lebih dari 250 hadits Nabi:

Albani juga berani medhaifkan 2 hadits yang ada dalam kitab Shahih Al-Bukhari dan mendhaifkan 35 hadits yang ada dalam kitab Sahih Muslim.

Al-Bani juga berani mengangap sesat Imam ibnu Hajar Al-Asqolani, Imam Ibnu Hajar Al-Haitamy, Imam An-Nawawi, Imam As-Suyuthi dst.

Jumat, 19 Februari 2021

Dhuafa Tersenyum Bantu korban banjir ust ustd Pondok Pesantren Hidayatullah martaoura

https://www.suarakalimantan.com/2021/02/pasca-banjir-klinik-dhuafa-terseyum-peduli-salurkan-bantuannya-ke-pondok-pesantren-hidayatullah-martapura/#.YC-4NM77MzQ

Jumat, 05 Februari 2021

Prndidikan Yang baik kerja nyata bukan kata kata

Charlie Chaplin, komedian paling terkenal, pernah bercerita:

Waktu masih kecil, aku diajak oleh ayahku untuk nonton pertunjukan sirkus. Sebelum masuk, kami antri di depan loket untuk membeli karcis. Antrian cukup panjang, dan di depan kami ada satu keluarga ikut antri. Bapak, ibu dan 4 anak yang tampak bahagia. Dari pakaian yang mereka kenakan, dapat dipastikan bahwa mereka bukan orang kaya. Pakaiannya sangat sederhana, meski tidak dekil. 

Tiba giliran mereka harus membayar karcis. Sang bapak merogoh kantong celana, dan tampak kebingungan: uangnya tidak cukup untuk membayar 6 lembar karcis. Dia sedih dan murung, kemudian segera minggir dari antrian. 

Ayahku melihatnya, dan langsung merogoh uang 20 dolar dari sakunya. Ayahku langsung menjatuhkan uang itu di samping bapak empat anak tersebut. Ayahku menepuk pundaknya, dan berkata, "Pak, uang anda jatuh."

Bapak itu menoleh, memandang ayahku, dan dia sadar bahwa ayahku mau membantunya supaya bisa beli 6 karcis. Matanya sembab, bibirnya tersenyum, dan dia ambil uang 20 dolar itu sambil berterimakasih.

Ayahku pun tersenyum, lantas mundur menghampiri aku. Aku lihat bapak itu segera beli karcis untuk keluarganya. Mereka tampak sangat bahagia. 

Ayahku lantas mengajak aku pulang. Kami tidak jadi nonton pertunjukan sirkus. Ternyata, uang ayahku hanya 20 dolar, dan sudah diberikan kepada keluarga tadi.

Dalam hidupku, itulah pemandangan yang paling menakjubkan. Pemandangan yang jauh lebih hebat dibanding pertunjukan sirkus yang tidak jadi kami tonton, bahkan dari pertunjukan apapun di muka bumi ini. 

Sejak saat itu aku meyakini bahwa pendidikan terbaik adalah tindakan, bukan kata-kata...

Selasa, 02 Februari 2021

REZEKI SUBUH

Assalamu'alaykum warahmatullahi wabarakatuh 

Semangat Subuh 

REJEKI BANYAK BENTUKNYA

Kemarin hujan mulai jam 9 pagi, seorang tukang rujak numpang berteduh di teras ruko saya.

Masih penuh gerobaknya, buah-buah tertata rapi. Kulihat beliau membuka buku kecil, rupanya Al Quran. Beliau tekun dengan Al-Qurannya. Sampai jam 10 hujan blm berhenti.

Saya mulai risau karena sepi tak ada pembeli datang.

Saya keluar memberikan air minum.

“Kalau musim hujan jualannya repot juga ya, Pak… ” .. “Mana masih banyak banget.”

Beliau tersenyum, “Iya bu.. Mudah-mudahan ada rejekinya.. .” jawabnya.

“Aamiin,” kataku.

“Kalau gak abis gimana, Pak?”. tanyaku.

“Kalau gak abis ya risiko, Bu.., kayak semangka, melon yang udah kebuka ya kasih ke tetangga, mereka juga seneng daripada kebuang. kayak bengkoang, jambu, mangga yang masih bagus bisa disimpan. Mudah-mudahan aja dapet nilai sedekah,” katanya tersenyum.

“Kalau hujan terus sampai sore gimana, Pak?” tanyaku lagi.

“Alhamdulillah bu… Berarti rejeki saya hari ini diizinkan banyak berdoa. Kan kalau hujan waktu mustajab buat berdoa bu…” Katanya sambil tersenyum.

“Dikasih kesempatan berdoa juga rejeki, Bu…”

“kalau gak dapet uang gimana, Pak?” tanyaku lagi.

“Berarti rejeki saya bersabar, Bu… Allah yang ngatur rejeki, Bu… Saya bergantung sama Allah.. Apa aja bentuk rejeki yang Allah kasih ya saya syukuri aja. Tapi Alhamdulillah, saya jualan rujak belum pernah kelaparan.

“Pernah gak dapat uang sama sekali, tau tau tetangga ngirimin makanan. Kita hidup cari apa Bu, yang penting bisa makan biar ada tenaga buat ibadah dan usaha,” katanya lagi sambil memasukan Alqurannya ke kotak di gerobak.

“Mumpung hujannya rintik, Bu… Saya bisa jalan ..Makasih yaa ,Bu…”

Saya terpana… Betapa malunya saya, dipenuhi rasa gelisah ketika hujan datang, begitu khawatirnya rejeki materi tak didapat sampai mengabaikan nikmat yang ada di depan mata.

Saya jadi sadar bahwa rizki hidayah, dapat beribadah, dapat bersyukur dan bersabar adalah jauh…jauh lebih berharga daripada uang, harta dan jabatan…

***

MANUSIA dan BOTOL

1. Kalau diisi air mineral, harganya 3ribu…

2. Kalau diisi jus buah, harganya 10ribu…

3. Kalau diisi Madu Yaman, harganya Ratusanribu…

4. Kalau diisi minyak wangi chanel harganya bisa jutaan.

5. Kalau diisi air got, hanya akan dibuang dalam tong sampah karena langsung tiada harganya dan tidak ada siapa yg suka.

Botol yg sama tetapi harganya berbeda sebab apa yang terisi di dalamnya adalah berbeda…

Begitu juga kita…kita semua sama…kita semua manusia…yang membedakan kita antara satu sama lainnya adalah. TAQWA , IMAN & AMAL yang ada dalam diri kita…yang akan menyebabkan kita berharga di sisi ALLAH atau kita dipandang hina oleh ALLAH lalu dibuang ke dalam neraka…

“……sesungguhnya orang yg paling mulia disisi Allah adalah orang yg paling bertakwa,sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha teliti”

https://t.me/semangatsubuh

*Semoga Allah menerima amal ibadah kita. Aamiin.*

Sabtu, 30 Januari 2021

Batal Miskin

.🏵️ *B͟A͟T͟A͟L͟ M͟I͟S͟K͟I͟N͟ L͟A͟G͟I͟*
_*(Su͟n͟g͟g͟u͟h͟ Se͟d͟e͟k͟a͟h͟ i͟t͟u͟ Sa͟n͟g͟a͟t͟ Am͟p͟u͟h͟)*_

*D͟i͟ z͟a͟m͟a͟n͟ N͟a͟b͟i͟ M͟u͟s͟a͟ A͟S͟, a͟d͟a͟ s͟e͟p͟a͟s͟a͟n͟g͟ s͟u͟a͟m͟i͟ i͟s͟t͟r͟i͟ y͟a͟n͟g͟ h͟i͟d͟u͟p͟ d͟e͟n͟g͟a͟n͟ p͟e͟n͟u͟h͟ k͟e͟m͟i͟s͟k͟i͟n͟a͟n͟ n͟a͟m͟u͟n͟ m͟e͟r͟e͟k͟a͟ m͟e͟n͟g͟h͟a͟d͟a͟p͟i͟n͟y͟a͟ d͟e͟n͟g͟a͟n͟ p͟e͟n͟u͟h͟ k͟e͟s͟a͟b͟a͟r͟a͟n͟.*
*S͟u͟a͟t͟u͟ k͟e͟t͟i͟k͟a͟, t͟a͟t͟k͟a͟l͟a͟ m͟e͟r͟e͟k͟a͟ b͟e͟r͟i͟s͟t͟i͟r͟a͟h͟a͟t͟, s͟a͟n͟g͟ i͟s͟t͟r͟i͟ b͟e͟r͟t͟a͟n͟y͟a͟ k͟e͟p͟a͟d͟a͟ s͟u͟a͟m͟i͟n͟y͟a͟:*
_*"W͟a͟h͟a͟i͟ s͟u͟a͟m͟i͟k͟u͟, b͟u͟k͟a͟n͟k͟a͟h͟ M͟u͟s͟a͟ a͟d͟a͟l͟a͟h͟ s͟e͟o͟r͟a͟n͟g͟ N͟a͟b͟i͟ y͟a͟n͟g͟ b͟i͟s͟a͟ b͟e͟r͟b͟i͟c͟a͟r͟a͟ d͟e͟n͟g͟a͟n͟ T͟u͟h͟a͟n͟n͟y͟a͟ (A͟l͟l͟a͟h͟)..?"*_
*L͟a͟l͟u͟ s͟a͟n͟g͟ s͟u͟a͟m͟i͟ m͟e͟n͟j͟a͟w͟a͟b͟ :* 
_*"Y͟a͟, b͟e͟n͟a͟r͟."*_
*S͟a͟n͟g͟ i͟s͟t͟r͟i͟ b͟e͟r͟k͟a͟t͟a͟ l͟a͟g͟i͟:*
_*"K͟e͟n͟a͟p͟a͟ k͟i͟t͟a͟ t͟i͟d͟a͟k͟ p͟e͟r͟g͟i͟ s͟a͟j͟a͟ k͟e͟p͟a͟d͟a͟-n͟y͟a͟ u͟n͟t͟u͟k͟ m͟e͟n͟g͟a͟d͟u͟k͟a͟n͟ k͟o͟n͟d͟i͟s͟i͟ k͟i͟t͟a͟ y͟a͟n͟g͟ p͟e͟n͟u͟h͟ d͟e͟n͟g͟a͟n͟ k͟e͟m͟i͟s͟k͟i͟n͟a͟n͟ d͟a͟n͟ m͟e͟m͟i͟n͟t͟a͟n͟y͟a͟ a͟g͟a͟r͟ i͟a͟ b͟e͟r͟b͟i͟c͟a͟r͟a͟ k͟e͟p͟a͟d͟a͟ R͟a͟b͟b͟-n͟y͟a͟, a͟g͟a͟r͟ D͟i͟a͟ m͟e͟n͟g͟a͟n͟u͟g͟e͟r͟a͟h͟k͟a͟n͟ k͟e͟p͟a͟d͟a͟ k͟i͟t͟a͟ k͟e͟k͟a͟y͟a͟a͟n͟ ?"*_
*A͟k͟h͟i͟r͟n͟y͟a͟ m͟e͟r͟e͟k͟a͟ m͟e͟n͟g͟a͟d͟u͟k͟a͟n͟ k͟e͟m͟i͟s͟k͟i͟n͟a͟n͟n͟y͟a͟ i͟t͟u͟ k͟e͟p͟a͟d͟a͟ N͟a͟b͟i͟ M͟u͟s͟a͟ A͟S͟.*
*L͟a͟l͟u͟ N͟a͟b͟i͟ M͟u͟s͟a͟ b͟e͟r͟m͟u͟n͟a͟j͟a͟t͟ m͟e͟n͟g͟h͟a͟d͟a͟p͟ A͟l͟l͟a͟h͟ S͟W͟T͟ d͟a͟n͟ m͟e͟n͟y͟a͟m͟p͟a͟i͟k͟a͟n͟ k͟e͟a͟d͟a͟a͟n͟ k͟e͟l͟u͟a͟r͟g͟a͟ t͟e͟r͟s͟e͟b͟u͟t͟.*

*A͟l͟l͟a͟h͟ S͟W͟T͟ p͟u͟n͟ b͟e͟r͟f͟i͟r͟m͟a͟n͟ k͟e͟p͟a͟d͟a͟ M͟u͟s͟a͟:*                                   
_*"W͟a͟h͟a͟i͟ M͟u͟s͟a͟, k͟a͟t͟a͟k͟a͟n͟l͟a͟h͟ k͟e͟p͟a͟d͟a͟ m͟e͟r͟e͟k͟a͟, a͟k͟u͟ a͟k͟a͟n͟ m͟e͟m͟b͟e͟r͟i͟k͟a͟n͟ k͟e͟p͟a͟d͟a͟ m͟e͟r͟e͟k͟a͟ k͟e͟k͟a͟y͟a͟a͟n͟, t͟e͟t͟a͟p͟i͟ k͟e͟k͟a͟y͟a͟a͟n͟ i͟t͟u͟ a͟k͟u͟ b͟e͟r͟i͟k͟a͟n͟ h͟a͟n͟y͟a͟ s͟a͟t͟u͟ t͟a͟h͟u͟n͟,  d͟a͟n͟ s͟e͟t͟e͟l͟a͟h͟ s͟a͟t͟u͟ t͟a͟h͟u͟n͟, a͟k͟a͟n͟ a͟k͟u͟ k͟e͟m͟b͟a͟l͟i͟k͟a͟n͟ m͟e͟r͟e͟k͟a͟ m͟e͟n͟j͟a͟d͟i͟ o͟r͟a͟n͟g͟ m͟i͟s͟k͟i͟n͟ k͟e͟m͟b͟a͟l͟i͟."*_

*L͟a͟l͟u͟ N͟a͟b͟i͟ M͟u͟s͟a͟ m͟e͟n͟y͟a͟m͟p͟a͟i͟k͟a͟n͟ k͟e͟p͟a͟d͟a͟ m͟e͟r͟e͟k͟a͟ b͟a͟h͟w͟a͟s͟a͟n͟y͟a͟ A͟l͟l͟a͟h͟ t͟e͟l͟a͟h͟ M͟e͟n͟g͟a͟b͟u͟l͟k͟a͟n͟ p͟e͟r͟m͟o͟h͟o͟n͟a͟n͟ m͟e͟r͟e͟k͟a͟, d͟e͟n͟g͟a͟n͟ s͟y͟a͟r͟a͟t͟ k͟e͟k͟a͟y͟a͟a͟n͟ i͟t͟u͟ h͟a͟n͟y͟a͟ s͟a͟t͟u͟ t͟a͟h͟u͟n͟ l͟a͟m͟a͟n͟y͟a͟.*

*M͟e͟r͟e͟k͟a͟ m͟e͟n͟e͟r͟i͟m͟a͟ k͟a͟b͟a͟r͟ t͟e͟r͟s͟e͟b͟u͟t͟ d͟e͟n͟g͟a͟n͟ p͟e͟n͟u͟h͟ k͟e͟b͟a͟h͟a͟g͟i͟a͟a͟n͟ d͟a͟n͟ k͟e͟g͟e͟m͟b͟i͟r͟a͟a͟n͟.*
*B͟e͟b͟e͟r͟a͟p͟a͟ h͟a͟r͟i͟ k͟e͟m͟u͟d͟i͟a͟n͟ d͟a͟t͟a͟n͟g͟l͟a͟h͟ r͟i͟z͟q͟i͟ y͟a͟n͟g͟ m͟e͟l͟i͟m͟p͟a͟h͟ d͟a͟r͟i͟ j͟a͟l͟a͟n͟ y͟a͟n͟g͟ t͟a͟k͟ d͟i͟k͟e͟t͟a͟h͟u͟i͟ d͟a͟r͟i͟m͟a͟n͟a͟ a͟r͟a͟h͟n͟y͟a͟.                      D͟a͟n͟ m͟e͟r͟e͟k͟a͟p͟u͟n͟ m͟e͟n͟j͟a͟d͟i͟ o͟r͟a͟n͟g͟ t͟e͟r͟k͟a͟y͟a͟ p͟a͟d͟a͟ s͟a͟a͟t͟ i͟t͟u͟.*
*Ke͟a͟d͟a͟a͟n͟ m͟e͟r͟e͟k͟a͟ p͟u͟n͟ b͟e͟r͟u͟b͟a͟h͟ d͟e͟n͟g͟a͟n͟ k͟e͟k͟a͟y͟a͟a͟n͟ y͟a͟n͟g͟ b͟e͟r͟l͟i͟m͟p͟a͟h͟.*
**L͟a͟l͟u͟ s͟a͟n͟g͟ i͟s͟t͟r͟i͟ b͟e͟r͟k͟a͟t͟a͟ k͟e͟p͟a͟d͟a͟ s͟u͟a͟m͟i͟n͟y͟a͟:*                                         _*"W͟a͟h͟a͟i͟ s͟u͟a͟m͟i͟k͟u͟, s͟e͟l͟a͟m͟a͟ s͟e͟t͟a͟h͟u͟n͟ i͟n͟i͟ k͟i͟t͟a͟ a͟k͟a͟n͟ m͟e͟m͟b͟e͟r͟i͟ m͟a͟k͟a͟n͟ o͟r͟a͟n͟g͟-o͟r͟a͟n͟g͟ m͟i͟s͟k͟i͟n͟ d͟a͟n͟ m͟e͟n͟y͟a͟n͟t͟u͟n͟i͟ a͟n͟a͟k͟-a͟n͟a͟k͟ y͟a͟t͟i͟m͟ m͟u͟m͟p͟u͟n͟g͟ k͟i͟t͟a͟ m͟a͟s͟i͟h͟ p͟u͟n͟y͟a͟ k͟e͟s͟e͟m͟p͟a͟t͟a͟n͟, k͟a͟r͟e͟n͟a͟ s͟e͟t͟e͟l͟a͟h͟ s͟e͟t͟a͟h͟u͟n͟ k͟i͟t͟a͟ a͟k͟a͟n͟ k͟e͟m͟b͟a͟l͟i͟ m͟i͟s͟k͟i͟n͟."*_

*S͟a͟n͟g͟ s͟u͟a͟m͟i͟ m͟e͟n͟j͟a͟w͟a͟b͟: _"B͟a͟i͟k͟l͟a͟h͟, k͟i͟t͟a͟ a͟k͟a͟n͟ m͟e͟n͟g͟g͟u͟n͟a͟k͟a͟n͟ h͟a͟r͟t͟a͟ i͟n͟i͟ u͟n͟t͟u͟k͟ m͟e͟m͟b͟a͟n͟t͟u͟ o͟r͟a͟n͟g͟-o͟r͟a͟n͟g͟ y͟a͟n͟g͟ m͟e͟m͟b͟u͟t͟u͟h͟k͟a͟n͟n͟y͟a͟."_*

**K͟e͟m͟u͟d͟i͟a͟n͟ m͟e͟r͟e͟k͟a͟ m͟e͟m͟b͟a͟n͟t͟u͟ o͟r͟a͟n͟g͟-o͟r͟a͟n͟g͟ y͟a͟n͟g͟ m͟e͟m͟b͟u͟t͟u͟h͟k͟a͟n͟, d͟a͟n͟ m͟e͟m͟b͟a͟n͟g͟u͟n͟ t͟e͟m͟p͟a͟t͟-t͟e͟m͟p͟a͟t͟ s͟i͟n͟g͟g͟a͟h͟ p͟a͟r͟a͟ M͟u͟s͟a͟f͟i͟r͟, s͟e͟r͟t͟a͟ m͟e͟n͟y͟e͟d͟i͟a͟k͟a͟n͟ m͟a͟k͟a͟n͟ g͟r͟a͟t͟i͟s͟ b͟a͟g͟i͟ o͟r͟a͟n͟g͟ y͟a͟n͟g͟ m͟e͟m͟b͟u͟t͟u͟h͟k͟a͟n͟.*

**S͟e͟t͟e͟l͟a͟h͟ s͟a͟t͟u͟ t͟a͟h͟u͟n͟ b͟e͟r͟l͟a͟l͟u͟, m͟e͟r͟e͟k͟a͟ m͟a͟s͟i͟h͟ t͟e͟t͟a͟p͟ s͟i͟b͟u͟k͟ m͟e͟n͟y͟e͟d͟i͟a͟k͟a͟n͟ m͟a͟k͟a͟n͟a͟n͟ s͟a͟m͟p͟a͟i͟ m͟e͟r͟e͟k͟a͟ l͟u͟p͟a͟ b͟a͟h͟w͟a͟s͟a͟n͟y͟a͟ s͟u͟d͟a͟h͟ s͟e͟t͟a͟h͟u͟n͟ l͟e͟b͟i͟h͟ m͟e͟r͟e͟k͟a͟ m͟e͟n͟j͟a͟d͟i͟ o͟r͟a͟n͟g͟ k͟a͟y͟a͟ d͟a͟n͟ m͟e͟r͟e͟k͟a͟ l͟u͟p͟a͟ b͟a͟h͟w͟a͟ a͟k͟a͟n͟ k͟e͟m͟b͟a͟l͟i͟ m͟e͟n͟j͟a͟d͟i͟ o͟r͟a͟n͟g͟ m͟i͟s͟k͟i͟n͟.*
*N͟a͟b͟i͟ M͟u͟s͟a͟ p͟u͟n͟ h͟e͟r͟a͟n͟ m͟e͟l͟i͟h͟a͟t͟ k͟e͟a͟d͟a͟a͟n͟ m͟e͟r͟e͟k͟a͟ y͟a͟n͟g͟ t͟e͟t͟a͟p͟ k͟a͟y͟a͟.                 K͟e͟m͟u͟d͟i͟a͟n͟ N͟a͟b͟i͟ M͟u͟s͟a͟ b͟e͟r͟t͟a͟n͟y͟a͟ k͟p͟d͟ A͟l͟l͟a͟h͟ S͟W͟T͟ :*
_*"Y͟a͟ R͟a͟b͟b͟, b͟u͟k͟a͟n͟k͟a͟h͟ E͟n͟g͟k͟a͟u͟ b͟e͟r͟j͟a͟n͟j͟i͟ m͟e͟m͟b͟e͟r͟i͟k͟a͟n͟ m͟e͟r͟e͟k͟a͟ k͟e͟k͟a͟y͟a͟a͟n͟ h͟a͟n͟y͟a͟ s͟a͟t͟u͟ t͟a͟h͟u͟n͟ s͟a͟j͟a͟, k͟e͟m͟u͟d͟i͟a͟n͟ s͟e͟t͟e͟l͟a͟h͟ i͟t͟u͟ E͟n͟g͟k͟a͟u͟ a͟k͟a͟n͟ k͟e͟m͟b͟a͟l͟i͟k͟a͟n͟ m͟e͟r͟e͟k͟a͟ p͟a͟d͟a͟ k͟e͟m͟i͟s͟k͟i͟n͟a͟n͟ s͟e͟p͟e͟r͟t͟i͟ s͟e͟m͟u͟l͟a͟?"*_

*A͟l͟l͟a͟h͟ S͟W͟T͟ p͟u͟n͟ b͟e͟r͟f͟i͟r͟m͟a͟n͟:*
_*"W͟a͟h͟a͟i͟ M͟u͟s͟a͟, A͟k͟u͟ t͟e͟l͟a͟h͟ m͟e͟m͟b͟u͟k͟a͟ s͟a͟t͟u͟ p͟i͟n͟t͟u͟ r͟i͟z͟q͟i͟ k͟e͟p͟a͟d͟a͟ m͟e͟r͟e͟k͟a͟, t͟e͟t͟a͟p͟i͟ m͟e͟r͟e͟k͟a͟ m͟e͟m͟b͟u͟k͟a͟ b͟e͟b͟e͟r͟a͟p͟a͟ p͟i͟n͟t͟u͟ r͟i͟z͟k͟i͟ u͟n͟t͟u͟k͟ h͟a͟m͟b͟a͟-h͟a͟m͟b͟a͟ K͟u͟."*_
_*"W͟a͟h͟a͟i͟ M͟u͟s͟a͟, m͟a͟k͟a͟ A͟k͟u͟ t͟i͟t͟i͟p͟k͟a͟n͟ l͟e͟b͟i͟h͟ l͟a͟m͟a͟ k͟e͟k͟a͟y͟a͟a͟n͟ i͟t͟u͟ p͟a͟d͟a͟ m͟e͟r͟e͟k͟a͟."*_

_*"W͟a͟h͟a͟i͟ M͟u͟s͟a͟, A͟k͟u͟ s͟a͟n͟g͟a͟t͟ m͟a͟l͟u͟ j͟i͟k͟a͟l͟a͟u͟ a͟d͟a͟ h͟a͟m͟b͟a͟-K͟u͟ y͟a͟n͟g͟ l͟e͟b͟i͟h͟ m͟u͟l͟i͟a͟ d͟a͟n͟ l͟e͟b͟i͟h͟ p͟e͟m͟u͟r͟a͟h͟ d͟a͟r͟i͟p͟a͟d͟a͟ A͟k͟u͟."*_

*N͟a͟b͟i͟ M͟u͟s͟a͟ m͟e͟n͟j͟a͟w͟a͟b͟:*
 *سبحانك اللهم ماأعظم شأنك وأرفع مكانك*

_*"M͟a͟h͟a͟ S͟u͟c͟i͟ E͟n͟g͟k͟a͟u͟ Y͟a͟ A͟l͟l͟a͟h͟, b͟e͟t͟a͟p͟a͟ M͟a͟h͟a͟ M͟u͟l͟i͟a͟ u͟r͟u͟s͟a͟n͟-M͟u͟ d͟a͟n͟ M͟a͟h͟a͟ T͟i͟n͟g͟g͟i͟ k͟e͟d͟u͟d͟u͟k͟a͟n͟-M͟u͟."*_

*J͟a͟n͟g͟a͟n͟ t͟a͟n͟y͟a͟k͟a͟n͟ n͟i͟k͟m͟a͟t͟ m͟a͟n͟a͟ l͟a͟g͟i͟ y͟a͟n͟g͟ b͟e͟l͟u͟m͟ k͟i͟t͟a͟ d͟a͟p͟a͟t͟k͟a͟n͟ ta͟p͟i͟ t͟a͟n͟y͟a͟l͟a͟h͟, n͟i͟k͟m͟a͟t͟ m͟a͟n͟a͟ l͟a͟g͟i͟ y͟a͟n͟g͟ be͟l͟u͟m͟ k͟i͟t͟a͟ Sy͟u͟k͟u͟r͟i͟ d͟a͟n͟ b͟e͟l͟u͟m͟ k͟i͟t͟a͟ Se͟d͟e͟k͟a͟h͟k͟a͟n͟.*
*Kit͟a͟ s͟e͟r͟i͟n͟g͟ l͟u͟p͟a͟ b͟a͟h͟w͟a͟ *Ni͟k͟m͟a͟t͟ d͟a͟n͟ An͟u͟g͟e͟r͟a͟h͟ A͟l͟l͟a͟h͟ i͟t͟u͟ h͟a͟n͟y͟a͟l͟a͟h͟ t͟i͟t͟i͟p͟a͟n͟ y͟a͟n͟g͟ b͟i͟s͟a͟ d͟i͟a͟m͟b͟i͟l͟ o͟l͟e͟h͟-N͟y͟a͟ k͟a͟p͟a͟n͟ s͟a͟j͟a͟ D͟i͟a͟ m͟a͟u͟ m͟e͟n͟g͟a͟m͟b͟i͟l͟n͟y͟a͟...*

_*Insya Alloh B͟e͟r͟m͟a͟n͟f͟a͟a͟t͟*_
*Silahkan di Share !*.

Wakaf Tunai

https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=2234485680017454&id=100003681326116&sfnsn=wiwspwa

Selasa, 26 Januari 2021

Dhuafa Tersenyum bantu obat2 bagi korban banjir

https://youtu.be/R2aIgEbUb6g

Dhuafa Tersenyum bagi obat bagi terdsmpak banjir

Dhuafa Tersenyum Bagikan Obat-Obatan https://matabanua.co.id/2021/01/26/dhuafa-tersenyum-bagikan-obat-obatan/

Rabu, 20 Januari 2021

Membuang Kelilipan Mata



Paribasa dan ungkapan banjar, refleksi budaya oleh noorhalis majid

KAYA MAMBUANG KALIMPANAN

Masalah yang semula besar, membuat panik - gaduh, ternyata mudah sekali menyelesaikannya. Setelah selesai, seperti tidak pernah ada masalah, bahkan lupa pada semua kepanikan yang sudah terjadi, itulah yang dimaksud kaya mambuang kalimpanan.  

Seperti membuang kelilipan atau benda kecil yang masuk ke mata. Setelah kelilipan hilang, semua rasa sakit, panik dan khawatir lenyap seketika. Pengalaman kelilipan, dipakai menjadi ungkapan menggambarkan masalah yang seketika selesai dengan mudah. Tiba-tiba tuntas dan semua persoalan beres.

Puluhan masalah sedang melanda, utang jatuh tempo, anak belum bayar sekolah, keluarga masuk rumah sakit dan perlu biaya, di rumah sembako krisis, listrik pulsanya habis dan berbagai masalah ikutan lainnya. Setelah ada yang membantu dana, dan jumlahnya cukup menutupi seluruh kebutuhan yang menjadi masalah, seketika selesai masalah tersebut, seperti membuang kelilipan. Ternyata pokok persoalannya hanya soal ketiadaan dana.

Begitu juga masalah di masyarakat, ketika di suatu wilayah mengalami kelangkaan logistik, akses susah, harga barang tinggi, kriminalitas meningkat, kerawanan sosial terjadi. Saat pejabat datang dan mampu membaca persoalan, ternyata pokok masalahnya ada pada akses jalan yang rusak. Setelah kebijakan dibuat - jalan diperbaiki, persoalan seketika hilang, layaknya membuang kelilipan.

Ungkapan ini mengajarkan tentang perlunya kemampuan melihat pokok persoalan yang sedang dihadapi. Masalah pokoknya apa? Bukan menjawab masalah ikutan atau dampak. Mampu menggali dan mencari akar masalah. Bila akarnya diselesaikan, semua masalah ikutan atau dampak akan selesai dengan sendirinya. 

Sering yang diselesaikan justru dampaknya saja, sehingga tidak berkesudahan. Bahkan masalah dipelihara, agar penyelesaiannya menjadi proyek berkelanjutan yang menguntungkan.  Sebabnya karena tidak mampu membaca pokok masalah, atau pura-pura tidak tahu karena tidak berani masuk ke pokok masalah. Apalagi bila pokok masalah terkait pemangku kepentingan, seperti penguasa atau pengusaha yang tidak dapat dilawan, pastilah dihindari menyentuh pokok masalahnya. 

Kemampuan menemukan pokok masalah, lalu mampu mengambil keputusan untuk menyelesaikannya, membuat masalah yang paling rumit sekalipun akan mudah diselesaikan. Tidak perlu waktu  dan proses lama, langsung selesai kaya mambuang kalimpanan. (nm)

Minggu, 17 Januari 2021

Galang Dana

Kupi Ah dan Dhuafa Tersenyum Galang Donasi https://matabanua.co.id/2021/01/17/kupi-ah-dan-dhuafa-tersenyum-galang-donasi/

Banjir abad XIX

Hari ini, 92 tahun yang lalu,tepatnya pada hari Jum'at tanggal 13 Januari 1928, kala itu  kabupaten Hulu Sungai Tengah masih bernama "DE ONDERAFDEELING BARABAI", banjir besar pernah menenggelamkan hampir seluruh daratan kota Barabai.

Menurut G. L. TICHELMAN yang menjabat sebagai controleur (bupati) saat itu, banjir tersebut sempat melumpuhkan kota Barabai selama 30 jam dan ketinggian air di alun -alun kota mencapai kurang lebih 45 cm. Sementara debit air sungai Barabai yang berada di Pagat mencapai titik tertinggi, yakni 190 meter kubik perdetik.

Masih menurut G. L. TICHELMAN, 7 minggu sebelumnya, pada hari Jum'at tanggal 2 Desember 1927, Birayang juga tidak luput dari terjangan banjir, menyusul hujan lebat hampir seharian di daerah hulu. Hal ini menyebabkan sungai Batang Alai meluap secara tiba - tiba. Derasnya air yang bercampur dengan material hutan (RABA menurut bahasa lokal) menghantam tiang besi jembatan Birayang hingga mengakibatkan jembatan yang panjangnya 46 meter tersebut runtuh.

Sumber :
Buku Tijdschrift Van Het Koninklijk Nederlandsch Aardrijkskundig Genootschap
Tweede Serie Deel XLVIII 1931.
Halaman 464 dan 466.

Mungkin lantaran alasan ini, pemerintah Hindia Belanda enggan melakukan penambangan di daerah ini. Padahal mereka tahu di bagian timur  onderafdeeling ini, dari Haruyan di selatan hingga Batang Alai Timur di utara kaya akan batu bara dan mineral lainnya,
#SaveMeratus
#savemeratusHST.

Kamis, 14 Januari 2021

Renungan Musibah

Dari ' Auf bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

خِيَارُ أَئِمَّتِكُمُ الَّذِينَ تُحِبُّونَهُمْ وَيُحِبُّونَكُمْ وَيُصَلُّونَ عَلَيْكُمْ وَتُصَلُّونَ عَلَيْهِمْ وَشِرَارُ أَئِمَّتِكُمُ الَّذِينَ تُبْغِضُونَهُمْ وَيُبْغِضُونَكُمْ وَتَلْعَنُونَهُمْ وَيَلْعَنُونَكُمْ ». قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلاَ نُنَابِذُهُمْ بِالسَّيْفِ فَقَالَ « لاَ مَا أَقَامُوا فِيكُمُ الصَّلاَةَ وَإِذَا رَأَيْتُمْ مِنْ وُلاَتِكُمْ شَيْئًا تَكْرَهُونَهُ فَاكْرَهُوا عَمَلَهُ وَلاَ تَنْزِعُوا يَدًا مِنْ طَاعَةٍ

“Sebaik-baik pemimpin kalian adalah yang kalian mencintai mereka dan mereka pun mencintai kalian. Mereka mendo’akan kalian dan kalian pun mendo’akan mereka. Sejelek-jelek pemimpin kalian adalah yang kalian membenci mereka dan mereka pun membenci kalian, juga kalian melaknat mereka dan mereka pun melaknat kalian.” Kemudian ada yang berkata, ”Wahai Rasulullah, tidakkah kita menentang mereka dengan pedang?”   Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak, selama mereka masih mendirikan shalat di tengah-tengah kalian. Jika kalian melihat dari pemimpin kalian sesuatu yang kalian benci, maka bencilah amalannya  dan janganlah melepas ketaatan kepadanya.” (HR. Muslim no. 1855)

Selasa, 12 Januari 2021

Khitan Dhuafa tersenyum

Dhuafa Tersenyum Sudah Sunat 2.500 Anak https://matabanua.co.id/2021/01/10/dhuafa-tersenyum-sudah-sunat-2-500-anak/

Sabtu, 09 Januari 2021

BALARUT BANYU

Paribasa dan ungkapan banjar, refleksi budaya oleh noorhalis majid

BALARUT BANYU

Bekerja dengan santai, tidak ada target. Seadanya saja, secukupnya. Tidak ada yang dikejar. Ikut air mengalir. Kalau arusnya lambat, lambat pula mengerjakan, seperti itulah irama pekerjaan yang dilakukan, sekedarnya, demikian arti kata balarut banyu.  

Ikut arus air, begitu arti harfianya. Melihat arus air mengalir di sungai, kadang lambat, kadang cepat. Saat lambat, akan sangat lama sampai di muara. Namun ada kalanya arusnya cepat, tidak terasa sampai di muara. Arus air sungai, dipinjam sebagai perumpamaan untuk melihat semangat dalam bekerja.

Tidak ada kemauan yang cukup kuat  mengkondisikan diri dan lingkungan agar bekerja lebih giat.  Padahal untuk dapat menjawab tantangan, harus bekerja lebih optimis, giat, bahkan lebih rajin dari orang lain. Tidak mungkin menjadi seorang yang kompetitif, bila yang dilakukan hanya sekedarnya. Sekedar mengikuti arus, tidak punya upaya membuatnya bergerak lebih laju. 

Rajin, kata kunci kesuksesan. Hampir tidak ada yang sukses tanpa rajin. Para pemalas, akan digilas oleh orang-orang rajin. Karena itu ungkapan ini mengkritik sikap sekedarnya saja. Asal ada - sekedar menggugurkan kewajiban. 

Kalau orang perorang, tentu tidak terlalu berdampak. Bayangkan bila yang balarut banyu tersebut adalah pemimpin – kepala daerah – kepala dinas – ketua lembaga. Maka sikapnya yang sekedarnya saja, akan sangat berdampak pada kemajuan Bersama, bahkan kemajuan daerah. Pemimpin jenis ini, menghabiskan waktu kerjanya hanya untuk menghadiri serimonial- belaka. Ikut apa yang sudah diagendakan, terprogram bagai robotik, tidak ada inovasi, semangat dan gairah kerja untuk maju dan membawa masyarakat serta daerahnya lebih unggul dari daerah lain.

Begitu juga bagi seorang kepala keluarga. Harus mampu menghitung berapa kebutuhan pokok yang harus dipenuhi untuk kehidupan seluruh keluarganya. Bandingkan dengan pendapatan dan potensi sumber daya yang bisa diperoleh. Kalau lebih besar kebutuhan dari pada pendapatan, maka pastilah hidup tidak berkecukupan, selalu dililit masalah.  Solusinya, harus ada upaya  lebih giat, rajin, agar mampu memenuhi kebutuhan. Dengan demikian, bekerja harus lebih optimal, tidak mungkin sekedarnya saja, sekedar balarut banyu. (nm)

Senin, 04 Januari 2021

LAZISMU BANJAR


.
02/07 lalu, Saat Masih Aktif Menjadi Amil di Lazismu Kabupaten Banjar Ulun berkesempatan berdiskusi dengan @abie_audah Ketua Yayasan Dhuafa Tersenyum.

Banyak Hal yang beliau sampaikan seperti pengalaman merintis Dhuafa Tersenyum dengan banyak tantangan  yang telah di jalani.

Selengkapnya : https://lazismubanjar.org/kabar/perkaya-pengalaman-lazismu-banjar-kunjungi-dhuafa-tersenyum/

Sabtu, 02 Januari 2021

Doa Awal Tahun

*Assalamu'alaikum wr wb*

*🌹Sahabat*

Mari kita saling mendoakan yg terbaik untuk saudara2 kita semua dan *saling memaafkan Mohon maaf lahir dan batin, memasuki tahun 2021* teriring doa : 

اَللُّهُمَّ لاَ تَدَعْ لَنَا ذَنْبًا اِلاَّ غَفَرْتَهُ،
 وَلاَ هَمًّا اِلاَّ فَرَّجْتَهُ، 
وَلاَ عَيْبًا اِلاَّ سَتَرْتَهُ، 
وَلاَ دَيْنًا اِلاَّ قَضَيْتَهُ، 
وَلاَ سَقَمًا اِلاَّ شَفَيْتَهُ، 
وَلاَ حَاجَةً اِلاَّ قَضَيْتَهَا وَيَسَّرْتَهَا،
 فَيَسِّرْ لَنَا اُمُوْرَنَا، 
وَاشْرَحْ صُدُوْرَنَا، 
وَنَوِّرْ قُلُوْبَنَا، 
وَاخْتِمْ بِالصَّالِحَاتِ اَعْمَالَنَا

1. Yaa Allah,,, tiada dosa kami melainkan Engkaulah yang mengampuninya.
2. Tiada kesedihan kami melainkan Engkaulah yang menghilangkannya.
3. Tiada ‘aib bagi kami melainkan Engkaulah yang menutupinya. 
4. Tiada hutang kami melainkan Engkaulah yang (memudahkan) pembayarannya. 
5. Tiada penyakit pada kami melainkan Engkaulah yang menyembuhkannya. 
6. Tiada hajat kami melainkan Engkaulah yang memenuhi dan yang memudahkanya, 
7. maka berilah kemudahan dalam semua urusan kami,
8. bukalah hati kami, 
9. terangilah kalbu kami.
10. dan tutuplah semua amal kami dengan kebaikan. Aamiin.🤲🤲